Contoh Makalah Kerajaan Buleleng pada masa Dinasti Warmadewa
Bila Kalian ingin makalah ini berbentuk Microsoft kalain tinggal downlaod aja disini
MAKALAH
KERAJAAN BULELENG
PADA MASA DINASTI WARMADEWA
SMK Negeri 1 Banjar
Kota Banjar
Tahun Pelajaran 2016/2017
DAFATAR ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………………………… i
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….. iii
A. Latar Belakang………………………………………………… iv
B. Rumusan Masalah……………………………………………... v
C. Tujuan…………………………………………………………. vi
D. Manfaat………………………………………………………… vii
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………….. 1
1. Pembahasan Inti……………………………………………….. 1
a) Kehidupan Politik……………………………………… 1
b) Kehidupan Sosial Budaya……………………………… 1
c) Kehidupan Ekonomi…………………………………… 2
d) Kehidupan Agama……………………………………… 2
e) Kemunduran……………………………………………. 2
2. Informasi Tambahan…………………………………………….
a) Sistem Pemerintahan ……………………………………
b) Letak geografis dan wilayah
bulengleng………………...
c) Peninggalan……………………………………………...
BAB III PENUTUP……………………………………………………………….
1. Kesimpulan………………………………………………………
2. Saran……………………………………………………………..
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Segala puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat , taufik serta hidayah-Nya telah terselesaikan tugas sejarah kami tentang “Kerajaan Bali.
Makalah ini kami susun secara sistematis dan praktis. Kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyajikan data-data yang kami peroleh dari berbagai sumber .
Dalam menyusun makalah ini tidak menutup kemungkinan terdapat kesalahan oleh karena itu kami mohon kerendahan hati para pembaca untuk memakluminya .
Mudah-mudahan makalah ini dapat membawa manfaat bagi kita semua ... amin.
Wassalamualaikum wr.wb
Assalamualaikum wr.wb
Segala puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat , taufik serta hidayah-Nya telah terselesaikan tugas sejarah kami tentang “Kerajaan Bali.
Makalah ini kami susun secara sistematis dan praktis. Kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyajikan data-data yang kami peroleh dari berbagai sumber .
Dalam menyusun makalah ini tidak menutup kemungkinan terdapat kesalahan oleh karena itu kami mohon kerendahan hati para pembaca untuk memakluminya .
Mudah-mudahan makalah ini dapat membawa manfaat bagi kita semua ... amin.
Wassalamualaikum wr.wb
Kerajaan Buleleng merupakan kerajaan tertua di Bali. Kerajaan ini
berkembang pada abad IX-XI Masehi. Kerajaan Buleleng diperintah oleh Dinasti
Warmadewa. Keterangan mengenai kehidupan masyarakat kerajaan Buleleng pada masa
Dinasti Warmadewa dapat dipelajari dari beberapa prasasti seperti prasasti
Belanjong, Panempahan, dan Melatgede.
Kerajaan
Buleleng adalah suatu kerajaan di Bali utara yang didirikan sekitar pertengahan
abad ke-17 dan jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1849. Kerajaan ini dibangun
oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti dari Wangsa Kepakisan dengan cara menyatukan
seluruh wilayah wilayah Bali Utara yang sebelumnya dikenal dengan nama
I Gusti
Anglurah Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gde Pasekan adalah
putra I Gusti Ngurah Jelantik dari seorang selir bernama Si Luh Pasek Gobleg
berasal dari Desa Panji wilayah Den Bukit. I Gusti Panji memiliki kekuatan
supra natural dari lahir. I Gusti Ngurah Jelantik merasa khawatir kalau I Gusti
Ngurah Panji kelak akan menyisihkan putra mahkota. Dengan cara halus I Gusti
Ngurah Panji yang masih berusia 12 tahun disingkirkan ke Den Bukit, ke desa
asal ibunya, Desa Panji.
I Gusti Ngurah
Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya Kerajaan Buleleng, yang
kekuasaannya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa (Blambangan).
Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti wafat pada tahun 1704, Kerajaan Buleleng
mulai goyah karena putra-putranya punya pikiran yang saling berbeda.
Kerajaan
Buleleng tahun 1732 dikuasai Kerajaan Mengwi namun kembali merdeka pada tahun
1752. Selanjutnya jatuh ke dalam kekuasaan raja Karangasem 1780. Raja
Karangasem, I Gusti Gde Karang membangun istana dengan nama Puri Singaraja.
Raja berikutnya adalah putranya bernama I Gusti Pahang Canang yang berkuasa
sampai 1821. Kekuasaan Karangasem melemah, terjadi beberapa kali pergantian
raja. Tahun 1825 I Gusti Made Karangsem memerintah dengan Patihnya I Gusti
Ketut Jelantik sampai ditaklukkan Belanda tahun 1849.
Pada tahun 1846
Buleleng diserang pasukan Belanda, tetapi mendapat perlawanan sengit pihak
rakyat Buleleng yang dipimpin oleh Patih / Panglima Perang I Gusti Ketut
Jelantik. Pada tahun 1848 Buleleng kembali mendapat serangan pasukan angkatan
laut Belanda di Benteng Jagaraga. Pada serangan ketiga, tahun 1849 Belanda
dapat menghancurkan benteng Jagaraga dan akhirnya Buleleng dapat dikalahkan
Belanda. Sejak itu Buleleng dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda.
Dinasti
(Wangsa) Warmadewa adalah para raja - raja dan penguasa Bali Kuno yang
memerintah pada tahun 804 - 1265 saka sebagaimana disebutkan dalam sumber
kutipan Purana Bali Dwipa, yang kisah awal dan berakhirnya dinasti warmadewa
ini dalam sejarah singkatnya disebutkan sebagai berikut,
Tersebutlah pada tahun 804 saka, Bali mengalami
kehancuran di bawah Mayadanawa dan setelah matinya Mayadanawa bertahtalah
seorang raja bernama Sri Kesari Warmadewa di Bali.
Ketika Sri Tapolung yang bergelar Bhatara Asta Asura
Ratna Bumi Banten menjadi raja di Bali dibantu oleh para Senapati, dengan patih
utama seperti Ki Pasung Grigis, Ki Kebo Iwa / Waruya, putra Ki Karang Buncing
dll.
Pada masa itu datanglah ekspedisi kerajaan Majapahit yang dipimpin langsung
oleh Gajah Mada dan Arya Damar dan para Arya yang lainnya.
Terjadilah pertempuran antara pasukan Bali dan Majapahit yang sangat
dahsyat dimana saat itu Dinasti Warmadewa mengalami kekalahan.
Warmadewa merupakan Salah satu dinasti kerajaan yang terbesar di Kepulauan
Nusantara dan semenanjung Asia.
Warmadewa berasal dari bahasa Sansekerta secara umum berarti berarti Dewa
Pelindung atau Dilindungi Dewa. Raja-raja dari Dinasti Warmadewa ini awalnya
berasal dari India(kerajaan Pallawa) -raja awalnya berasal dari India, dimana
ada raja berwangsa Warmadewa dan ada pula berwangsa Sanjaya.
Raja dinasti
Warmadewa pertama di Bali adalah Dalem Sri Kesari atau yang dikenal juga dengan
Dalem Selonding, datang ke Bali pada akhir abad ke-9 atau awal abad ke-10,
beliau berasal dari Sriwijaya(Sumatra) dimana sebelumnya pendahulu beliau dari
Sriwijaya telah menaklukkan Tarumanegara( tahun 686) dan Kerajaan Kalingga.
Berdasarkan latar belakang di atas, penyusun ingin
mengetahui:
1.
Bagaimana
kehidupan politik masyarakat kerajaan Buleleng pada Masa Dinasti Warmadewa?
2.
Bagaimana
kehidupan sosial budaya masyarakat kerajaan Buleleng pada Masa Dinasti
Warmadewa?
3.
Bagaimana
kehidupan ekonomi masyarakat kerajaan Buleleng pada Masa Dinasti Warmadewa?
4.
Bagaimana
kehidupan agama masyarakat kerajaan Buleleng pada Masa Dinasti Warmadewa?
Laporan ini dibuat bertujuan untuk
memenuhi tugas Sejarah serta
1.
Memahami
kehidupan politik masyarakat kerajaan Buleleng pada Masa Dinasti Warmadewa.
2.
Memahami kehidupan sosial budaya masyarakat kerajaan Buleleng pada
Masa Dinasti Warmadewa.
3.
Memahami kehidupan ekonomi masyarakat kerajaan Buleleng pada
Masa Dinasti Warmadewa.
4.
Memahami kehidupan agama masyarakat kerajaan Buleleng pada
Masa Dinasti Warmadewa.
Dinasti Warmadewa
didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa. Berdasarkan prasasti Belanjong, Sri Kesari
Warmadewa merupakan keturunan bangsawan Sriwijaya yang gagal menaklukkan
Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kegagalan tersebut menyebabkan Sri Kesari
Warmadewa memilih pergi ke Bali dan mendirikan sebuah pemerintahan baru di
wilayah Buleleng.
Pada tahun
989-1011 Kerajaan Buleleng diperintah oleh Udayana Warmadewa. Udayana memiliki
tiga putra, yaitu Airlangga, Marakatapangkaja, dan Anak Wungsu. Kelak,
Airlangga akan menjadi raja terbesar Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur.
Menurut prasasti yang terdapat di pura batu Madeg, Raja Udayana menjalin
hubungan erat dengan Dinasti Isyana di Jawa Timur. Hubungan ini dilakukan
karena permaisuri Udayana bernama Gunapriya Dharmapatni merupakan keturunan Mpu
Sindok. Kedudukan Raja Udayana digantikan putranya, yaitu Marakatapangkaja.
Rakyat Buleleng
menganggap Marakatapangkaja sebagai sumber kebeneran hukum karena ia selalu
melindungi rakyatanya. Marakatapangkaja membangun beberapa tempat peribadatan
untuk rakyat. Salah satu peninggalan Marakatapangkaja adalah kompleks candi di
Gunung Kawi (Tampaksiring). Pemerintahan Marakatapangkaja digantikan oleh
adiknya, Anak Wungsu. Anak Wungsu merupakan raja terbesar dari Dinasti
Warmadewa. Anak Wungsu berhasil menjaga kestabilan kerajaan dengan
menanggulangi berbagai gangguan, baik dari dalam maupun luar kerajaan.
Dalam
menjalankan pemerinahan, Raja Buleleng dibantu oleh badan penasihat pusat yang
disebut pakirankiran i jro makabehan.
Badan ini terdiri atas senapati dan
pendeta Siwa serta Buddha. Badan ini berkewajiban memberi tafsiran dan nasihat
kepada raja atas berbagai permasalahan yang muncul dalam masyarakat. Senapati bertugas di bidang kehakiman
dan pemerintahan, sedangkan pendeta mengurusi masalah sosial dan agama.
Para ahli memperkirakan keadaan
masyarakat Buleleng pada masa Dinasti Warmadewa tidak begitu jauh berbeda
dengan masyarakat pada saat ini. Pada masa pemerintahan Udayana, masyarakat
hidup berkelompok dalam suatu daerah yang disebut wanua. Sebagaian besar penduduk yang tinggal di wanua bermata pencaharian sebagai
petani. Sebyah wanua dipimpin seorang tetua yang dianggap pandai dan mampu
mengayomi masyarakat.
Pada masa pemrintahan Anak Wungsu,
masyarakat Buleleng dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu golongan caturwarna dan golongan luar kasta
(jaba). Pembagian ini didasarkan pada kepercayaan Hindu yang dianut masyarakat
Bali. Raja Anak Wungsu juga mengenalkan sistem penamaan bagi anak pertama,
kedua, ketiga, dan keempat dengan nama pengenal sebagai berikut.
1)
Anak pertama
dinamakan wayan. Kata wayan berasal dari wayahan yang berarti tua.
2)
Anak kedua
dinamakan made. Kata made berasal dari madya yang berarti tengah.
3)
Anak ketiga
dinamakan nyoman. Kata nyoman berasal dari nom yang berarti muda.
4)
Anak keempat
dinamakan ketut. Kata ketut berasal dari tut yang berarti belakang.
Selama pemerintahan Anak Wungsu,
peraturan dan hukum ditegakkan dengan adil. Masyarakat diberi kebebasan
berbicara. Jika masyarakat ingin menyampaikan pendapat, mereka didampingi
pejabat desa untuk menghadap langsung kepada raja. Kebebasan tersebut
membuktikan Raja Anak Wungsu sangat memperhatikan nasib rakyat yang
dipimpinnya. Jiwa seperti inilah yang saharusnya dilakukan pemimpin pada saat
itu. Jika Anda menjadi seorang pemimpin, Anda harus mendegar dan merespons
segala keluhan rakyat.
Masyarakat Buleleng sudah mengembangkan
berbagai kegiatan kesenian. Kesenian berkembang pesat pada masa pemerintahan
Raja Udayana. Pada masa ini kesenian dibedakan menjadi dua, yaitu seni keraton
dan seni rakyat. Dalam seni keraton dikenal penyanyi istana yang disebut pagending sang ratu. Selain penyanyi
dikenal pula kesenian patapukan (topeng), pamukul (gamelan), banwal (gadelan),
dan pinus (lawak). Adapun jenis kesenian yang berkembang di kalangan rakyat
antara lain awayang ambaran (wayang
keliling), anuling (peniup suling), atapukan (permainan topeng), parpadaha (permainan genderang), dan abonjing (permainan angklung).
Kegiatan
ekonomi masyarakat Buleleng bertumpu pada sektor pertanian. Keterangan
kehidupan ekonomi masyarakat Buleleng dapat dipelajari dari prasasti Bulian.
Dalam prasasti Bulian terdapat beberapa istilah yang berhubungan dengan sisitem
bercocok tanam seperti sawah, parlak (sawah kering), gaga (ladang), kebwan
(kebun), mmal (ladang di pegunungan), dan kasuwakan (pengairan sawah). Pada
masa pemerintahan Marakatapangkaja kegiatan pertanian berkembang pesat.
Perkembangan tersebut erat kaitannya dengan penemuan urut – urutan menanam
padi, yaitu mbabaki (pembukaan tanah), mluku (membajak), tanem (menanam padi),
matun (menyiangi), ani-ani (menuai padi), dan nutu (menumbuk padi). Dari
keterangan tersebut sangat jelas bahwa pada masa pemerintahan Marakatapangkaja
penggarapan tanah sudah maju dan tidak jauh berbeda dengan pengolahan tanah
pada masa ini.
Perdagangan
antarpulau di Buleleng sudah cukup maju. Kemajuan ini ditandai dengan banyaknya
saudagar yang bersandar dan melakukan kegiatan perdagangan dengan penduduk
Buleleng. Komoditas dagang yang terkenal dari Buleleng aalah kuda. Dalam
prasasti Lutungan disebutkan bahwa Raja Anak Wungsu melakukan transaksi
perdagangan tiga puluh ekor kuda dengan saudagar dari Pulau Lombok. Keterangan
tersebut membuktikan bahwa perdagangan pada saai itu sudah maju sebab kuda
merupakan binatang besar sehingga memerlukan kapal besar pula untuk
mengangkutnya.
Agama Hindu
Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng. Akan tetapi, tardisi megalitik
msih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng. Kondisi ini dibuktikan dengan
penemuan beberapa bangunan pemujaan seperti punden berundak di sekitar
pura-pura Hindu. Pada masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa (975-983) pengaruh
Buddha mulai berkembang di Buleleng. Agama Buddha berkembang di beberapa tempat
di Buleleng seperti Pejeng, Bedulu, dan Tampaksiring. Perkembangan agama Buddha
di Buleleng ditandai dengan penemuan unsur-unsur Buddha seperti arca Buddha di
gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.
Agama Hindu dan Buddha mulai medapatkan
peranan penting pada masa Raja Udayana. Pada masa ini pendeta Syiwa dan
Brahmana Buddha diangkat sebagai salah satu penasihat raja. Sesuai dengan
kepercayaan Hindu, raja dianggap penjelmaan (inkarnasi) dewa. Dalam prasasti
Pohon Asem dijelaskan Anak Wungsu merupakan penjelmaan Dewa Hari (Wisnu). Bukti
ini menunjukkan bahwa Raja Anak Wungsu dan rakyat Buleleng merupakan penganut
waisnawa, yaitu pemuja Dewa Wisnu. Selain agama Hindu dan Buddha, di Buleleng
berkembang sekte-sekte kecil yang menyembah dewa-dewa tertentu, misalnya sekte
Ganapatya (penyembah Dewa Gana) dan Sora (penyembah dewa Matahari).
5. Kemunduran
Kemunduran kerajaan Buleleng disebabkan oleh : 1. Belanda
mengajukan syarat kepada Raja Buleleng untuk menghancurkan bentengnya sendiri
dan tidak boleh mendirikan lagi. 2. Raja Buleleng harus mengganti kerugian
perang ¾ biaya yang dikeluarkan Belanda. 3. Raja Karangasem juga mengganti
kerugian ¼ dari biaya pihak Belanda
Berikut
merupakan raja-raja yang memerintah Buleleng:
a.
882M - 914M Shri Kesari Warmadewa
Raja dinasti Warmadewa pertama di
Bali adalah Shri Kesari Warmadewa [ yang bermakna Yang Mulia Pelindung Kerajaan
Singha] yang dikenal juga dengan Dalem Selonding, datang ke Bali pada akhir
abad ke-9 atau awal abad ke-10, beliau berasal dari Sriwijaya(Sumatra) dimana
sebelumnya pendahulu beliau dari Sriwijaya telah menaklukkan Tarumanegara(
tahun 686) dan Kerajaan Kalingga di pesisir utara Jawa Tengah/Semarang
sekarang. Persaingan dua kerajaan antara Mataram dengan raja yang berwangsa
Sanjaya dan kerajaan Sriwijaya dengan raja berwangsa Syailendra( dinasti
Warmadewa) terus berlanjut sampai ke Bali.
Didalam sebuah kitab kuna yang
bernama "Raja Purana", tersebutlah seorang raja di Bali yang bernama
Shri Wira Dalem Kesari dan keberadaan beliau dapat juga diketahui pada prasati
( piagam ) yang ada di Pura Belanjong di Desa Sanur, Denpasar, Bali. Di pura
itu terdapat sebuah batu besar yang kedua belah mukanya terdapat tulisan kuna,
sebagian mempergunakan bahasa Bali kuna dan sebagian lagi mempergunakan bahasa
Sansekerta. Tulisan-tulisan itu menyebutkan nama seorang raja bernama
"Kesari Warmadewa", beristana di Singhadwala. Tersebut juga didalam
tulisan bilangan tahun Isaka dengan mempergunakan "Candra Sengkala"
yang berbunyi : "Kecara Wahni Murti". Kecara berarti angka 9, Wahni
berarti angka 3 dan Murti berarti angka 8. Jadi Candra Sekala itu menunjukan
bilangan tahun Isaka 839 ( 917 M ). Ada pula bebrapa ahli sejarah yang membaca
bahwa Candra Sengkala itu berbunyi "Sara Wahni Murti", sehingga
menunjukan bilangan tahun Isaka 835 ( 913 M ). Pendapat yang belakangan ini
dibenarkan oleh kebanyakan para ahli sejarah.
Dengan terdapatnya piagam tersebut,
dapatlah dipastikan bahwa Shri Wira Dalem Kesari tiada lain adalah Shri Kesari
Warmadewa yang terletak dilingkungan desa Besakih. Beliau memerintah di Bali
kira-kira dari tahun 882 M s/d 914 M, seperti tersebut didalam
prasasti-prasasti yang kini masih tersimpan didesa Sukawana, Bebetin, Terunyan,
Bangli ( di Pura Kehen ), Gobleg dan Angsari. Memperhatikan gelar beliau yang
mempergunakan sebutan Warmadewa, para ahli sejarah menduga bahwa beliau adalah
keturunan raja-raja Syailendra di Kerajaan Sriwijaya ( Palembang ), yang datang
ke Bali untuk mengembangkan Agama Budha Mahayana. Sebaimana diketahui Kerajaan
Sriwijaya adalah menjadi pusat Agama Budha Mahayana di Asia Tenggara kala itu.
Beliau mendirikan istana
dilingkungan desa Besakih, yang bernama Singhadwala atau Singhamandawa, Baginda
amat tekun beribadat, memuja dewa-dewa yang berkahyangan di Gunung Agung.
Tempat pemujaan beliau terdapat disitu bernama "Pemerajan Selonding".
Ada peninggalan beliau sebuah benda besar yang terbuat dari perunggu, yang
merupakan "lonceng", yang didatangkan dari Kamboja. Lonceng itu
digunakan untuk memberikan isyarat agar para Biksu-Biksu Budha dapat serentak
melakukan kewajibannya beribadat di biaranya masing-masing. Benda itu kini
disimpan di Desa Pejeng, Gianyar pada sebuah pura yang bernama "Pura
Penataran Sasih"
Pada jaman pemerintahaan beliau
penduduk Pulau Bali merasa aman, damai dan makmur. Kebudayaan berkembang dengan
pesat. Beliau memeperbesar dan memperluas Pura Penataran Besakih, yang ketika
itu bentuknya masih amat sederhana. Keindahan dan kemegahan Pura Besakih hingga
sekarang tetap dikagumi oleh dunia.
Shri Kesari Warmadewa merupakan
tokoh sejarah, ini bisa dibuktikan dari beberapa prasasti yang beliau
tinggalkan seperti Prasasti Blanjong di Sanur, Prasasti Panempahan di
Tampaksiring dan Prasasti Malatgede yang ketiga-tiganya ditulis pada bagian
paro bulan gelap Phalguna 835 S atau bulan Februari 913. Shri Kesari Warmadewa
menyatakan dirinya raja Adhipati yang berarti dia merupakan penguasa di Bali
mewakili kekuasaan kerajaan lain yaitu Sriwijaya. Kemungkinan beliau adalah
keturunan dari Balaputradewa, hal ini berdasarkan kesamaan cara penulisan
prasasti , kesamaan dalam menganut agama Budha Mahayana dan kesamaan nama
dinasti Warmadewa.
b.
915M - 942M Shri Ugrasena
Setelah
pemerintahan Sri Kesari Warmadewa berakhir, tersebutlah seorang raja bernama Sri
Ugrasena
memerintah di Bali. Walaupun Baginda raja tidak memepergunakan gelar Warmadewa
sebagai gelar keturunan, dapatlah dipastikan, bahwa baginda adalah putra Sri
Kesari Warmadewa. Hal itu tersebut di dalam prasasti-prasasti (aantara lain
Prasasti Srokadan) yang dibuat pada waktu beliau memerintah yakni dari tahun
915 s/d 942, dengan pusat pemerintahan masih tetap di Singha-Mandawa yang
terletak di sekitar desa Besakih. Prasasti-Prasasti itu kini disimpan di Desa Babahan,
Sembiran, Pengotan, Batunya (dekat Danau Beratan), Dausa, Serai (Kintamani), dan Desa Gobleg.
c.
943M - 961M Shri Tabanendra Warmadewa
Baginda
raja Sri Tabanendra Warmadewa yang berkuasa di Bali adalah raja yang ke tiga
dari keturunan Sri Kesari Warmadewa. Baginda adalah putra Sri Ugrasena, yang
mewarisi kerajaan Singhamandawa. Istri Baginda berasal dari Jawa, adalah
seorang putri dari Baginda Raja Mpu Sendok yang menguasai Jawa Timur. Di dalam
prasasti yang kini tersimpan di Desa Manikliyu (Kintamani), selain menyebut
nama Baginda Sri Tabanendra Warmadewa, dicantumkan pula nama Baginda Putri.
Beliau memerintah dari tahun 943 s/d 961.
d.
961M - 975M Shri Candrabhaya Singha Warmadewa
e.
975M - 983M Shri Janasadhu Warmadewa
f.
983M - 989M Shri Maharaja Sriwijaya Mahadewi
g.
989M - 1011M Shri Udayana Warmadewa (Dharmodayana Warmadewa)
- Gunaprya
Dharmapatni
h.
Shri Udayana Warmadewa, menurunkan tiga putra:
a.
1. Airlangga
b. 2.
Marakata
c.
3. Anak Wungsu
i.
1011M - 1022M Shri Adnyadewi / Dharmawangsa Wardhana
j.
1022M - 1025M Shri Dharmawangsa Wardhana Marakatapangkaja
k.
1049M - 1077M Anak Wungsu
l.
1079M - 1088M Shri Walaprabu
m. 1088M - 1098M
Shri Sakalendukirana
n.
1115M - 1119M Shri Suradhipa
Kerajaan Buleleng berpusat di Buleleng, Bali bagian utara. Letaknya yang
berada di pesisir menyebabkan Buleleng banyak disinggahi kapal-kapal dagang
dari Sumatra dan Jawa. Karakteristik wilayah Buleleng dibagi menjadi dua, yaitu
dataran rendah di bagian utara dan dataran tinggi di bagian selatan. Menyatunya
pantai dan pegunungan ini menyebabkan penduduk di Buleleng selalu menjunjung
tinggi semboyan nyegara gunung. Konsep
nyegara gunung berarti segala
pemberian alam maupun dari laut maupun gunung wajib disyukuri dan selalu dijaga
kesuciannya.
a. Prasasti Blanjong
Prasasti Blanjong (atau Belanjong)
adalah sebuah prasasti yang memuat sejarah tertulis tertua tentang Pulau Bali.
Pada prasasti ini disebutkan kata Walidwipa, yang merupakan sebutan untuk Pulau
Bali. Prasasti ini bertarikh 835 çaka (913 M), dan dikeluarkan oleh seorang
raja Bali yang bernama Sri Kesari Warmadewa.
Prasasti Blanjong ditemukan di dekat banjar Blanjong, desa Sanur Kauh, di
daerah Sanur, Denpasar, Bali. Bentuknya berupa pilar batu setinggi 177 cm, dan
bergaris tengah 62 cm. Prasasti ini unik karena bertuliskan dua macam huruf;
yaitu huruf Pra-Nagari dengan menggunakan bahasa Bali Kuno, dan huruf Kawi
dengan menggunakan bahasa Sanskerta.
Situs prasasti ini termasuk dalam lingkungan pura kecil, yang melingkupi
pula tempat pemujaan dan beberapa arca kuno.
b. Prasasti
Panempahan,
c. Prasasti
Melatgede
d. Pura Tirta
Empul
Sejarah pura tersebut yang terletak di daerah Tampaksiring Bali dibangun
pada tahun 967 M (Tahun Caka : 889) oleh raja Sri Candrabhaya Warmadewa. Pura
atau Tempat suci ini, digunakan beliau untuk melakukan hidup sederhana, lepas
dari keterikatan dunia materi, melakukan tapa, brata, yoga, semadi, dengan
spirit alam sekitarnya. Di halaman pura suci tersebut ada palinggih utama
bebaturan “tanpa atap” yang disebut palinggih Tapasana, hanya ditumbuhi padang
ilalang tumbuh di atasnya.
Penamaan Pura Tirta Empul yang
dijelaskan dalam Babad Bali, adalah kemungkinan besar diambil dari nama mata
air yang terdapat didalam pura ini yang bernama Tirta Empul seperti yang telah
disebutkan diatas. Secara etimologi bahwa Tirta Empul artinya air yang
menyembur keluar dari tanah. Maka Tirta Empul artinya adalah air suci yang
menyembur keluar dari tanah. Air Tirta Empul mengalir ke sungai Pakerisan.
Sepanjang aliran sungai ini terdapat beberapa peninggalan purbakala. Air suci
yang ada di pura ini, sebagaimana disebutkan dalam purana bali dwipa, berfungsi
untuk memusnahkan racun yang disebarkan oleh Mayadenawa. Sehingga Pura Tirta
Empul ini digunakan untuk upacara melukat seperti penjelasan dalam tata cara
melukat / meruwat di Pura Tirta Empul, Tampak Siring.
e. Pura Penegil Dharma
Pura Penegil Dharma | sejarah pendirian
pura ini dimulai pada 915 Masehi yang keberadaan pura ini berkaitan dengan
sejarah panjang Ugrasena, salah seorang anggota keluarga Raja Mataram I dan
kedatangan Maha Rsi Markandeya di Bali.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa:
1.
Dinasti
Warmadewa didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa.
2.
Pada masa
pemrintahan Anak Wungsu, masyarakat Buleleng dibagi menjadi dua kelompok besar,
yaitu golongan caturwarna dan
golongan luar kasta (jaba).
3.
Pada masa Raja
Udayana, kesenian dibedakan menjadi dua, yaitu seni keraton dan seni rakyat.
4.
Kegiatan
ekonomi masyarakat Buleleng bertumpu pada sektor pertanian.
5. Masyarakat
Buleleng didominasi Agama Hindu Syiwa.
Dengan
keberadaan kerajaan-kerajaan yang terlahir di Indonesia, kita harus bisa
mengapresiasi peninggalan-peninggalan yang menjadi sumber ilmu pendidikan dari
generasi ke generasi. Upaya pengapresiasian itu sendiri dapat dengan
melestarikannya, memeliharanya, dan tidak merusaknya. Jika kita dapat
berpartisipasi dalam upaya tersebut, berarti kita mengangkat derajat dan jati
diri bangsa. Dengan begitu kita dapat menanamkan rasa nasionalisme terhadap
negara Indonesia.
http://id.scribd.com/doc/188009330/Kerajaan-Buleleng-Dan-Dinasti-Warmadewa
http://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Blanjong
http://kebudayaankesenianindonesia.blogspot.com/2011/06/wisata-budaya-puri-gede-buleleng.html
http://sejarahbabadbali.blogspot.com/2013/09/dinasti-warmadewa.html
http://sejarahharirayahindu.blogspot.com/2011/12/pura-tirta-empul.html
http://sr.rodovid.org/wk/Посебно:ChartInventory/777059
http://wisata.balitoursclub.com/wp-content/uploads/2012/09/Buleleng.jpg
Comments
Post a Comment